Pages

Ads 468x60px

Friday, March 22, 2013

Ancaman Bubble Properti Indonesia : How High Can You Go?



Jika malam hari tiba, kebanyakan unit-unit di apartemen itu gelap gulita tanpa lampu penerangan, pertanda tidak sedang ditempati atau tidak ada aktivitas kehidupan di dalamnya. Pengamatan saya sekilas menunjukkan bahwa tidak sampai setengah dari unit apartemen tersebut yang berpenghuni. Namun, unit yang tidak berpenghuni itu bukan berarti tidak ada pemilik. Fakta ini kontras dengan penjualan unit properti, termasuk apartemen, yang selalu kebanjiran pembeli. Pengembang memberikan harga setinggi apapun, selalu habis dilahap calon pembeli. 
Apartemen-apartemen yang kosong atau tidak ada penyewa itu menunjukkan bahwa sebenarnya permintaan yang tinggi itu tidak bersumber dari kebutuhan yang tinggi. Atau bisa jadi juga sebenarnya sisi supply dan demand sama-sama tinggi, namun masalah pricing yang tidak cocok membuat kedua sisi itu tidak match dalam pasar. Artinya penawaran memberikan harga yang terlalu tinggi, sementara permintaan hanya mampu pada harga yang lebih rendah. Jadi transaksi tidak akan pernah terjadi antara kedua pihak. Sangat disayangkan mengingat masih banyaknya masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal layak huni.
Ada kecenderungan pasar properti hanya dijadikan ajang spekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga yang berlipat-lipat. Properti sudah beralih dari fungsi dasarnya sebagai hunian atau perkantoran menjadi salah satu instrumen investasi atau asset investment class, tak ada ubahnya dengan simpanan deposito di bank. Atau tidak ada ubahnya dengan anda membeli emas batangan dan menyimpannya dalam deposit box.
Itu mungkin merupakan gambaran keadaan pasar properti di kawasan Jabodetabek saat ini. Tanah berkembang menjadi komoditas yang sangat mahal. Harga tanah dan properti naik secara masif, bahkan ada yang mencapai 100% dalam setahun. Harga tanah IDR 5 juta per meter di kawasan pinggiran Depok bukan lah sesuatu mengherankan. Konsultan properti Knight Frank mencatat, rata-rata harga properti residensial mewah di Jakarta pada 2012 adalah USD 3.746 (IDR 35 juta) per meter.
Di salah satu kompleks perumahan di Grand Depok City, rumah satu lantai dengan luas bangunan 38 m2 dan luas tanah 90 m2 ditawarkan seharga IDR582 juta. Dan tragisnya rumah ukuran 38 ini sebenarnya masih terbilang kecil dan sederhana. Kompleks perumahan ini pun sebenarnya bukan lokasi yang strategis untuk kawasan Depok.
Dalam skema kredit yang ditawarkan, jika pembeli membayar DP 10%, maka cicilan bulanan untuk 3 tahun adalah IDR 15,9 juta. Saya rasa harga ini sudah tidak waras, tidak banyak warga Jabodetabek yang beruntung mampu memiliki penghasilan sebesar itu dalam sebulan. Dan Itu adalah akibat ulah pengembang yang menggoreng untuk melambungkan harga setinggi mungkin. Tanah yang mungkin dulu mereka beli hanya 50 ribu per meter2, sekarang disulap menjadi 5 juta. Fantastis!
Sebagai konsekuensi logis, kinerja keuangan perusahaan properti juga ikut meroket sepanjang tahun 2012. Terimakasih kepada rating investment grade Indonesia yang membuat mereka mudah mendapatkan dana dari pasar modal dan memperluas akses ke pasar keuangan global. Mayoritas perusahaan properti mencetak kenaikan laba bersih diatas 50% untuk tahun 2012. Sebagai contoh, Modernland Realty membukukan kenaikan laba bersih 252%, Bumi Serpong Damai (BSDE) naik 53%, Alam Sutra Realty naik 101,7%.
Data Statistik Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh BI juga menunjukkan kredit yang dialirkan ke sektor ini juga meningkat tajam. Angka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) naik 33,1% per Desember 2012 dibandingkan Agustus 2011, Kredit Pemilikan Ruko naik 53,8%, dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) naik 112,8%. Peningkatan yang luar biasa, terutama untuk KPA.
Harga saham emiten properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menjadi idola akibat kenaikan harga yang fantastis. Jika dibandingkan sejak awal 2012 hingga saat ini, saham Lippo Karawaci naik 92,3%, Bumi Serpong Damai naik 88,4%, Summarecon naik 103%, Ciputra Development naik 109%, Alam Sutra Realty naik 152%, Ciputra Surya 224%. Ini adalah return spektakuler yang puluhan kali diatas deposito.
Dalam ilmu behavioral finance, ada istilah Herding, diturunkan dari kebiasaan membawa, menggiring, atau memindahkan sekelompok hewan peliharaan secara bersama-sama dalam satu kelompok yang dituntun oleh seorang gembala. Perilaku sekumpulan hewan itu cenderung seragam dan searah, tidak akan ada yang menyimpang dari kawanan. Perilaku herding ini merupakan naluri hewan untuk bertahan hidup menghindari pemangsa.
Teori dalam istilah Herding ini mungkin sedang terjadi dalam pasar properti di kawasan Jabodetabek saat ini. Perusahaan properti berlomba-lomba ekspansi membanjiri suplai kawasan hunian dan perkantoran, dengan mengandalkan kekuatan marketing. Titik perputaran uang ada di sektor itu, maka yang lain pun mengikuti masuk ke pusat perputaran uang.
Para marketer juga terus terpacu memasarkan unit-unit demi mengejar fee, mengingat kecilnya pendapatan yang mereka peroleh jika hanya mengandalkan gaji tetap.
Porsi belanja modal (capital expenditure) perusahaan properti untuk ekspansi dan membeli landbank baru juga terus meningkat signifikan. Dan belanja modal ini juga mayoritas dibiayai oleh efek hutang, baik pinjaman perbankan maupun bentuk obligasi. Dan ini juga adalah hal yang harus diwaspadai karena rawan dengan default ketika kekacauan ekonomi mulai terjadi.
Bank dunia sudah memperingatkan akan potensi bubble ini dalam laporan Indonesia Economic Quarterly yang dirilis 18 Maret 2013. Indikatornya adalah terjadi kenaikan harga dan kredit properti yang signifikan sepanjang tahun 2012, terutama di sektor apartemen, ritel, perkantoran, serta kawasan industri di Jakarta. Bank Dunia mencatat, harga jual apartemen di Jakarta sampai akhir 2012 sudah naik 43% dibanding akhir 2011. Pertumbuhan kredit kepemilikan apartemen (KPA) juga melejit 84% di periode yang sama. Begitu pula kenaikan harga jual perkantoran yang mencapai 43% di periode serupa. Harga sewa kawasan industri juga menanjak hingga 22% di periode yang sama.
Di sisi lain, Indonesia Property Watch (IPW) menilai pernyataan Bank Dunia soal ancaman bubble pasar properti Indonesia terlalu berlebihan. Mereka berargumen bahwa pasar properti memang naik signifikan selama tiga tahun terakhir, namun yang terjadi bukan bubble, melainkan overvalued, yaitu selisih harga sebesar 15%-20% antara pasar primer dan pasar sekunder. Ini saya maklumi sebab lembaga IPW ini tidaklah cukup kredibel untuk didengarkan.
Analis saham sektor properti yang saya tanyakan juga menyatakan bahwa sektor ini belum bubble dan masih memberikan rekomendasi buy. Saya perhatikan tidak banyak lagi analis di Indonesia yang berangkat dari pemikiran skeptis. Ahh...memang profesi mereka sudah lama kehilangan kredibilitas kok di mata saya. Saya sudah tidak pernah memedulikan opini mereka. Saya tahu mereka hanya memikirkan berapa banyak gaji dan bonus yang akan mereka bawa pulang, tidak ubahnya seperti middle class workers yang lain.
Opini yang berkembang selama ini bahwa tanah dan properti adalah aset yang harganya pasti naik. Kita boleh setuju, namun fakta di Amerika sudah mematahkan pendapat ini ketika terjadi krisis subprime mortgage 2007. Ini mungkin memang kejadian black swan, tetapi siapa yang menjamin hal itu tidak mungkin terjadi di Indonesia? Toh di era globalisasi dan dunia yang semakin kompleks ini, peluang terjadinya penyimpangan dari konsensus dan model konvensional semakin besar.
Saya memang belum berani 100% mengatakan bahwa sektor properti Indonesia sudah bubble. Saya hanya menyesalkan ekspansi agresif yang berlebihan dan tidak bertemunya harga permintaan dan penawaran dalam pasar properti akibat pengembang yang menggoreng harga. Saya juga belum mengukur secara kuantitatif apakah fenomena over-investing sudah terjadi di sektor ini. 
Tetapi orang bijak berkata: Apa yang naik pasti akan turun, dan itu hanya menunggu waktu. Untuk mengacaukan sekawanan hewan dalam fenomena herding itu, hanya butuh satu ekor yang melenceng dari jalur, atau hanya butuh hujan deras yang tiba-tiba turun. Mari kita tunggu.

5 comments:

Unknown said...

Analisa yang bagus bung, apalagi kalau dibawahnya ditulis reference link-nya... Sehingga bagi yang tertarik dengan masalah ini bisa langsung mencari sumbernya.
Thanx

Arman Boy said...

Thanks untuk masukannya. Salam..

LARRY AND TOMMI ZINMAN said...

klo punya akses coba di cek siapa yang membeli apartemen 2 baru. pengalaman di salah satu apartemen di semanggi, ternyata sudah di borong oleh developer 2 lain. jadi sudah membeli dari tangan ke dua.

LARRY AND TOMMI ZINMAN said...

klo punya akses coba di cek siapa yang membeli apartemen 2 baru. pengalaman di salah satu apartemen di semanggi, ternyata sudah di borong oleh developer 2 lain. jadi sudah membeli dari tangan ke dua.

Jual obat Jerawat said...

http://creampembersihjerawatmuka.blogspot.com/2014/09/salon-kecantikan-rambut-murah.html
MANTAP ARTIKEL NYA KANG MAS...MEMBUKA WAWASAN KITE SEMUA BRAY...SALAM SUKES SEMU DARI JUAL OBAT PEMBERSIH JERAWAT