Pages

Ads 468x60px

Wednesday, May 29, 2013

Gita Wirjawan: From Wall Street to Main Street


Beberapa kali saya melihat beliau dengan langsung, terasa sosok yang high profile dan sangat berkelas – ciri khas dari seorang Wall Street guy. Kharisma dan kepintarannya pun keluar ketika berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, cost of capital, convertible debts, mezzazine financing, dan terminologi lain yang akrab bagi yang berkutat di sektor keuangan.
Gita Wirjawan adalah success story dari seorang investment banker. Tak heran pula banyak banker-banker investasi muda di Indonesia menjadikan beliau sebagai panutan. Profesi ini memang belum familiar bagi orang Indonesia. Selain beliau, mungkin ada muncul nama Sandiaga Uno (Saratoga, Recapital), Patrick Walujo (Northstar Pacific), dan Tom Lembong (Quvat Capital – Principia Management).

Background

Gita memang bukan orang biasa, terlahir dari keluarga ningrat dengan latar belakang keluarga santri yang terpelajar. Keluarga mereka tumbuh dalam intelektualitas yang sangat baik. Alissa Wahid pernah berkata bahwa mereka masih memiliki kekerabatan sebagai keturunan pendiri Muhammadiyah.
Gita terlahir pada 21 September 1965 dari pasangan diplomat Wirjawan Djojosoegito dan Paula Warokka. Ayahnya adalah Dokter perwakilan Indonesia di WHO yang sering berpindah tugas keliling dunia. Ini membuatnya tumbuh menjadi sosok internasionalis, biasa bergaul dengan masyarakat antar negara sehingga memiliki pandangan yang sangat terbuka. Tidak heran Gita juga memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang persis seperti penutur asli.
Keluarga Wirjawan sukses menjadi profesional keuangan. Gita merupakan anak paling muda dari lima bersaudara. Dian Budiman Wirjawan pernah menjabat Dirut PT Danareksa menggantikan Glenn Yusuf. Wibowo Suseno Wirjawan adalah mantan Dirut PT Jakarta International Container Terminal, mantan Dirut PT Terminal Peti Kemas Koja, dan mantan deputi di BP Migas. Rianto Ahmadi Djojosoegito yang merupakan mantan Presiden Direktur PT Allianz Life Indonesia. Satu lagi seorang perempuan Marina Wirjawan.
Gita menikah dengan Yasmin Stamboel (cucu dari pahlawan Otto Iskandar Dinata) yang juga berlatar belakang yang sama dengan Gita. Yasmin terakhir menjabat sebagai Director, Analytical Manager and Team Leader – South and Southeast Asian Corporate and Infrastructure Ratings di Standard & Poor's Credit Market Services, Singapore. Saat ini dia adalah advisor di lembaga rating Pefindo dan Komisaris di XL Axiata Tbk.
Yasmin Stamboel adalah saudara dari Kemal Aziz Stamboel, Ketua Komisi I DPR RI periode 2009-2014 dari Partai PKS. Kemal pernah bekerja sebagai Presiden Direktur di PricewaterhouseCoopers (PwC) Consulting Indonesia dan Country Leader di IBM Business Consulting Indonesia.
Jabatan istri Gita di XL Axiata ini juga sebenarnya menarik ditelusuri sebab Gita pernah menjadi advisor dan profesional di STT (unit dari Temasek Singapura) yang membeli operator telekomunikasi XL dari Peter Sondakh.
Gita memulai pendidikan dengan belajar Musik dan Matematika. Belakangan banting setir mengambil mata kuliah Akuntansi, dan kemudian melanjutkan belajar Bisnis serta Administrasi Publik di Harvard University.
Gita menghabiskan sebagian besar karir di perusahaan keuangan asing. Dan ini pula yang melambungkan namanya. Sebut saja Citibank, STT, Goldman Sachs, dan terakhir JP Morgan. Tak heran orang selalu mengaitkan beliau dengan Amerika, atau menyebut dengan rezim neolib atau kapitalis.
Ketika bekerja di Goldman Sachs, Gita terlibat dalam divestasi Indosat kepada ST Telemedia (STT). Saat itu, dia merupakan advisor untuk ST Telemedia. Dia dianggap sebagai orang sukses dibalik deal besar dan kontroversial ini. ST Telemedia kemudian mengangkat Gita menjadi Senior Vice President.
Kemudian dia diangkat sebagai Presiden Direktur JP Morgan Indonesia.
Agustus 2012, Gita dipercaya menjadi menteri perdagangan ketika terjadi reshuffle kabinet. Sebelumnya Gita menjabat sebagai Kepala BKPM sejak 2010.

Ancora Capital

Ketajaman insting Gita teruji tahun 2008. Beberapa bulan sebelum krisis terjadi, dia sudah meramalkan krisis dan memutuskan untuk meninggalkan JP Morgan. Dia bersama dengan Ivor Orchard (seorang dedengkot di JP Morgan) dan Veronica Lukito mendirikan sebuah private equity bernama Ancora Capital dan menggalang dana untuk membeli perusahaan-perusahaan yang mengalami masalah keuangan ketika terjadi krisis.
Ancora Capital yang baru didirikan pada awal 2008 berhasil menghimpun dana investasi dari para investor asal Timur Tengah, Malaysia dan Brunei Darussalam yang mencapai $ 300 juta.
Dan krisis itu kemudian benar-benar terjadi. Dalam hitungan bulan, perusahaan ini mengambil alih sebagian saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk., PT Bumi Resources Tbk, PT Multi Nitrat Kimia, perusahaan properti di Jakarta, dan sebuah perusahaan properti di Bali.
Ancora ada di balik penyelamatan bisnis keluarga Bakrie ketika terjadi krisis 2008. Ancora mengambil alih hutang Bakrie kepada JP Morgan senilai $ 75 juta dengan jaminan saham Bumi Resources. Dalam hitungan bulan, saham BUMI melejit hingga dikabarkan Gita mendapatkan profit dalam jumlah yang sangat besar. Aroma konflik kepentingan ada saat itu, sebab Gita masih menjabat sebagai penasehat tidak tetap di JP Morgan.

Kontroversi

Ancora Resources (OKAS) listing di BEI melalui metode backdoor tahun 2008. OKAS pernah dituduh melakukan manipulasi pajak oleh sebuah LSM bernama Forum Masyarakat Peduli Keadilan. Gita berkelit dengan mengatakan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam operasional perusahaan.
Aktivitas politik Gita tidaklah banyak terekam publik. Kedekatannya dengan Presiden SBY sudah tak diragukan lagi. Kepiawaiannya bermain musik membuat SBY jatuh hati kepada Gita dan menjadikannya anak emas. Gita juga berperan memfasilitasi putra pertama presiden ketika mengambil S2 di Harvard.
Peran Gita ketika bekerja sebagai banker dalam privatisasi berbagai BUMN (Terminal Tanjung Priok, Indosat, dan Semen Gresik) membuat publik sering mempertanyakan nasionalismenya. Kesan ini pula yang sekarang berusaha diubah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan perdagangan yang pro dalam negeri, seperti pembatasan franchise asing dan pembatasan impor barang tertentu.
Ancora Land sempat juga disebut-sebut menerima aliran dana Bank Century. Tuduhan ini memang sangat jauh dan terkesan berbau politis.
Karena jalinan koneksinya yang luas di internasional, ia kerap diminta pemerintah menjalin lobi dengan beberapa pemimpin dunia.
Perannya yang banyak membantu investor asing juga sering dipertanyakan publik. Gita selalu menjawab positif akan hal ini. Gita mengatakan bahwa itu adalah persepsi yang salah, karena apa yang dia lakukan adalah untuk kebaikan bangsa karena memungkinkan ekonomi untuk maju.
Gita mengatakan bahwa kondisi di Indonesia itu mirip dengan membangun rumah tetapi tidak memiliki cukup dana. Bangunan sudah hampir selesai sementara atap belum selesai. Kemudian orang asing datang untuk mengulurkan tangan. Tentu saja, dalam situasi bahwa kita harus menerima bantuannya. bagaimana kita bisa tinggal di rumah tanpa atap?
Di bidang sosial, Gita mendirikan Ancora Foundation yang banyak mengirimkan pelajar ke Harvard dan Nanyang. Gita juga mendirikan Ancora Golf yang melatih calon-calon pemain Golf professional.
Gita sangat mencintai music jazz. Itu pula yang melatar belakanginya mendirikan Omega Musik Production yang berhasil melejitkan nama Tompi dan Dewi Lestari. Bahkan pada akhir tahun 2005, ia bermain dengan beberapa kelompok jazz top dunia di Jakarta, yaitu Fourplay dan Bob James. Dia juga aktif mencipta lagu dan bermain alat music piano, biola, gitar, bas, saksofon.
Gita memang bisa hampir dikatakan sosok seorang Renaissance Man yang hidup di era modern –terminologi yang digunakan untuk menyebut manusia multi talent yang hidup di era Renaissance, seperti Leonardo da Vinci. Bisa dikatakan dia memiliki segalanya.
Karir beliau terbilang cepat dan selalu berhasil mengesankan atasannya, termasuk Presiden SBY. Tak heran dia selalu dipercaya untuk mengemban jabatan berikutnya yang lebih tinggi. Apakah Gita akan kembali melejit menjadi orang nomor satu atau dua di negeri ini? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

0 comments: