Pages

Ads 468x60px

Thursday, December 13, 2012

Bakrie VS Rothschild: A Tale of Two Dynasties


Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pernah mengatakan; “If anybody….wants to pursue the study of finance history, I don’t think there is anybody out there who did not have to basically come across the name Rothschild. And that is one of the most prominent name in the banking industry…”
Ya, nama besar Rothschild Family berdarah Yahudi memiliki reputasi yang sangat panjang di Eropa sejak tahun 1570. Dengan jumlah 2800 karyawan yang tersebar di 40 negara – mulai dari China, Brazil, India, Amerika Serikat, Timur Tengah hingga Asia Pasific- , Keluarga Rothschild mungkin merupakan dinasti keuangan tersukses sejagat raya. Mereka adalah peletak dasar dalam praktek-praktek sistem perbankan dan keuangan. Bahkan saya mungkin bisa mengatakan bahwa mereka adalah satu-satunya saksi sejarah perkembangan dari kapitalisme. Mereka adalah wajah kapitalisme itu sebenarnya.
Tidak ada sangketa bisnis yang paling menarik perhatian publik tahun ini selain kasus antara Keluarga Bakrie dan Keluarga Rothschild. Keduanya sama-sama merupakan keluarga kuat di kelasnya masing-masing. Keluarga Bakrie merupakan salah satu dinasti terkuat di Indonesia -penguasa aset batubara terbesar di negeri ini. Sedangkan Rothschild merupakan penguasa Eropa.
Kedua keluarga ini resmi memulai kerjasama pada Juni 2011 melalui step-up transactions rumit yang tertera dalam dokumen yang disponsori oleh J.P. Morgan Cazenova. Dokumen prospektus setebal hampir 350 halaman yang saat ini ada diatas meja saya berisi mimpi-mimpi optimis akibat sinergi bisnis yang sudah ada di depan mata mereka. Namun mungkin saat ini, isi dokumen itu sudah saatnya untuk berakhir di tong sampah.
Sebelumnya pada akhir 2010, Vallar Plc (dikuasai Rothshild) mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian bernilai potensial senilai lebih dari USD3 miliar dengan dua perusahaan batubara Indonesia. Berdasarkan kesepakatan itu, Bakrie menukar sahamnya 25% di PT Bumi Resources (BUMI) untuk saham baru Vallar.
Bakrie Group bersama-sama dengan Recapital Advisors masuk melalui metode "backdoor listing" di Bursa Efek London dan transaksi share swap dan akuisisi dengan keluarga Rothschild senilai IDR27 triliun pada November 2010.
Mekanisme transaksi raksasa senilai IDR27 triliun dilakukan melalui dua cara, yaitu pertukaran saham dan pembayaran tunai oleh Rothschild. BNBR melepas 5,2 miliar saham (25%) di PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan harga Rp2.500 per saham atau total nilai IDR13 triliun kepada Vallar Plc. Perusahaan Investasi Rothschild membayar pembelian saham BUMI dengan menyediakan 90,1 juta saham baru Vallar senilai EUR10 per saham kepada BNBR.
Dengan transaksi ini, Bakrie melalui PT Bakrie & Brothers (BNBR) menguasai 43% Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc akan memiliki 25% saham di BUMI.
Recapital, melalui anak perusahaannya PT Bukit Mutiara yang menguasai saham 90% di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) merilis 26.175 juta saham BRAU, setara dengan 75% saham BRAU ke Vallar.
Saya tidak akan membahas detail dari transaksi ini, karena mungkin hanya sedikit orang yang mampu memahaminya. Inti konsolidasi raksasa ini menyebabkan BNBR bersama Rothschild dan Bukit Mutiara menjadi perusahaan induk dari Vallar Plc.
Vallar Plc kemudian berganti nama menjadi Bumi Plc pada tanggal 28 Juni 2011 dan tercatat di London Stock Exchange.
Pada Oktober 2011, BNBR mengalami kesulitan membayar dan melunasi pinjaman sindikasi global sebesar USD597 juta yang diatur oleh Credit Suisse dengan jaminan kepemilikan 47% di Bumi Plc -jaminan atas USD1,35 miliar dalam bentuk pinjaman sindikasi yang diatur oleh Credit Suisse di Maret 2011. Namun akibat penurunan harga saham di London, saham itu tidak cukup untuk memenuhi persyaratan agunan, terseret oleh anjloknya harga batubara.
Grup Bakrie mencari jalan keluar dengan melakukan negosiasi dengan Glencore -perusahaan trader komoditas terbesar di dunia yang berbasis di Swiss- untuk membiayai kembali utang kepada Credit Suisse tersebut.  Namun kesepakatan tidak berhasil dicapai akibat Glencore yang tidak nyaman dengan proposal yang ditawarkan oleh Grup Bakrie.
Setelah gagal mencapai kesepakatan dengan Glencore, Samin Tan akhirnya muncul sebagai penyelamat untuk Bakrie. Borneo Lumbung Energi (BORN) yang dimiliki Samin Tan telah setuju untuk membeli saham 23,8% Bumi Plc dari BNBR di harga GBP10.9, premium 47% untuk harga rata-rata Bumi Plc selama 20 hari terakhir. Transaksi tersebut sepenuhnya didanai dengan pinjaman USD1 miliar jangka senior dengan jatuh tempo dalam lima tahun dari Standard Chartered Bank (Stanchart) dengan tingkat bunga 5.65% + USD LIBOR.  BORN menjaminkan anak perusahaannya yaitu PT Asmin Koalindo Tutup (AKT) dan Borneo Mining Services (BMS) atas pinjaman tersebut.
Pasca deal tersebut, Bakrie dan Samin Tan berbagi kepemilikian atas 47% saham di BUMI Plc.
Belakangan BORN kesulitan dalam melakukan pembayaran terhadap pokok dan bunga hutang tersebut yang menyebabkan mundurnya salah seorang pengawai Standchart yang mengatur pinjaman tersebut. Sumber yang terpercaya mengatakan bahwa orang tersebut sebenarnya dipecat.
Kerjasama strategis tersebut akhirnya pecah ketika Nathaniel Rothschild (Nat) mengirimkan surat ke manajemen BUMI Resources per tanggal 8 November 2011 yang mengkritik buruknya tata kelola perusahaan di BUMI Resources. Dan sejak itu, hubungan Rothshild dan mitranya di Indonesia (Bakrie dan Samin Tan) terus memburuk. Perang pernyataan melalui media terjadi terus menerus. Rotschild juga memutuskan untuk melakukan investigasi terhadap financial irregularities yang terjadi dalam BUMI Resources yang akhirnya menyimpulkan terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh keluarga Bakrie.
Konflik masih terus berlanjut hingga saat ini, belum jelas bagaimana akhirnya. Yang jelas, kekuatan Bakrie tidak sebanding dengan kekuatan Rothshild secara global. Namun dalam teritorial Indonesia, Bakrie jelas lebih berkuasa dibanding Rothschild.
Saya teringat dengan salah satu credo dalam berbisnis, yang mengajarkan pebisnis untuk tetap waspada dan selalu curiga terhadap tawaran kerjasama bisnis: “Keep in mind that 10 out of 11 people came to you offering coal assets are crooks, while the other one is trying to trick you”. Ya seperti yang sering saya katakan, semuanya hanyalah tentang uang dan kekuasaan. Banyak pembual dan penipu berkeliaran di luar sana.
Dan yang jelas, Bakrie sedang menghadapi permasalahan besar saat ini. Seorang investment banker teman saya berkata “Bakrie mencoba mengibuli Rotschild sama saja dengan Bakrie sedang mencari mati!”.

3 comments:

Anonymous said...

Akhirnya Finale antara 2 dinasti penipu jadi dramatis via twitter minggu lalu (24 Maret 2014).
Bakrie memang sudah terkenal suka jual "bisnis/saham/investment kosong" seperti kata Rothschild "trade zero". Menurut info dari kalangan pengusaha, Bakrie itu suka menipu foreigners karena di Indonesia banyak konglo yang sudah tau modus operandi Bakrie, begitupula dengan orang -orang kaya dari daerah.
Karena dukungan kuat dari era Soeharto, Bakrie sudah semena mena.
Tujuan ABR Bakrie jadi capres pun itu supaya bisa menyentuh kas negara yang jumlahnya sangat besar.
Yang saya membuat sebal, banyak pendukung Bakrie yang fanatik muslim malah memperdebatkan Rothschild karena zionisme atau Yahudi.
Sebetulnya menurut saya, keturunan warga negara manapun kalau memang penipu ya adalah penipu.

Pendek kata, saya tidak suka Rothschild tapi saya juga tidak suka Bakrie, yang membuat pesta pernikahan Adinda besar-besaran saat tragedi Lapindo terjadi. Menjanjikan akan mengganti rugi untuk korban tetapi malah tidak, uangnya dihamburkan untuk kebutuhan yang notabene tidak penting dan untuk menipu foreign investors.
Bakrie juga selalu bermasalah dengan "surat-surat penting" tidak saja kepada Rothschild, tapi kepada Sinarmas pun saat menjual asset gedung (yang pembangunannya seret) digossipkan Bakrie kehilangan atau tidak melengkapi surat2 kepemilikan bangunan/tanah.
Seandainya ABR Bakrie jadi capres, anggagaran negara akan menjadi anggaran pribadi.
Pengusahawan akan menjadi semakin kaya dan rakyat menengah kebawah akan menjadi semakin miskin.

Arman Boy said...

Thanks untuk komentarnya. :)

Unknown said...

Salam sejahtera buat admin dan para pembaca,

Rothschild dan Rockfeller maupun kelompok orang kaya pada jaman mereka, diakui dunia sebagai pengatur perekonomian. Namun tidak banyak yang tau bahwa modal awal mereka sebenarnya berasal dari mana. Nah, sekedar memberitahu saja, bahwa mereka bisa saja mengatur perekonomian dunia. Tetapi, perlu diketahui bahwa mereka mereka bukanlah pengatur keuangan dunia. Lalu, apa penyebab krisis finansial dan kemudian menyebabkan krisis global yang efeknya membuat beberapa negara menjadi bangkrut? Semua itu karena, perputaran finansial yang menjadi tanggung jawab mereka demi kesejahteraan masyarakat dunia mereka salah gunakan demi kemakmuran dinasti masing-masing. Tetapi, dana modal awal yang mereka pakai itu merupakan bagian dari sistem moneter sumber keuangan dunia yang termasuk dalam aset nomor rekening 103.357.777 (Global Collateral Accounts). Pertanyaannya, siapakah Pemilik nomer rekening ini?

Mau percaya atau tidak, dia adalah orang Indonesia.
Silakan lihat ke alamat website di bawah.

terima kasih,

--- ELANG PUTIH ---
www garudhaputihagroindustri com