Pages

Ads 468x60px

Wednesday, October 24, 2012

The Battle for Inalum


Does history repeat itself? Pertanyaan yang sedikit bernada pesimis ini mungkin tepat kita ajukan untuk menebak apa yang akan terjadi dengan INALUM.
Kejadian yang terjadi pada Inalum saat ini jelas mirip dengan yang sudah terjadi pada Newmont Nusa Tenggara (NTT). Dalam kasus Newmont, pemerintah pusat melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) bersaing dengan konsorsium Bakrie untuk mengambil alih saham hasil divestasi dari Newmont International. Sayangnya niat pemerintah dimentahkan oleh proses politik di DPR. Dan Mahkamah Konstitusi juga ikut mementahkan keinginan PIP karena dianggap tidak konstitusional.
Kita juga masih ingat kejadian perebutan antara Bakrie dengan perusahaan BUMN PT Tambang Bukit Asam (PTBA) untuk menguasai aset batubara terbesar yang dimiliki negeri ini, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC). Dalam kejadian itu, Bakrie melalui PT Bumi Resources berhasil mengambil alih saham divestasi dari Rio Tinto dan British Petroleum (BP). Dan perebutan tersebut akhirnya berhasil dimenangkan oleh Bakrie tanpa proses dan mekanisme yang jelas.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) merupakan perusahaan peleburan (smelter) bahan mentah Alumina menjadi produk turunan ingot dengan kapasitas produksi tahunan 260.000 ton, dan merupakan satu-satunya perusahaan penghasil di Indonesia. Sekitar 60% dari produksi tersebut diekspor ke Jepang dan 40% digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, kontras dengan kebutuhan dalam negeri Indonesia per tahun sekitar 300.000-500.000 ton.
Selain itu, Inalum juga memiliki aset penting dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yaitu Sigura-gura dan Tangga. Kedua pembangkit ini mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 426 MW.
Saat ini, 58,9% saham Inalum dikontrol oleh konsorsium perusahaan Jepang Nippon Asahan Aluminium (NAA), dan sisanya dimiliki oleh pemerintah. Sesuai dengan kontrak kerjasama, pada Oktober 2013 nanti, konsorsium Jepang wajib melepas seluruh kepemilikannya (divestasi) kepada pemegang saham dalam negeri.
Melihat nilai strategis yang dimiliki perusahaan ini, sangat wajar jika perusahaan ini menjadi bahan rebutan bagi orang-orang yang memiliki kepentingan.
Menteri Keuangan Agus Marto jelas berjuang di barisan paling depan untuk mengambil alih perusahaan ini melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Tak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme tokoh yang satu ini sudah tak perlu diragukan lagi. Agus berani maju ke depan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, tak peduli dia berhadapan dengan siapa. Indonesia memang membutuhkan figur-figur seperti Agus yang menunjukkan nasionalismenya dalam tindakan.
Dan tampaknya Agus tidak ingin mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya ketika ingin mengambil alih Saham Newmont yang terhambat oleh proses politik di DPR. Agus saat ini sudah maju selangkah dengan berhasil mengamankan alokasi anggaran sebesar IDR7 triliun dana yang disiapkan untuk mengambil alih Inalum. Dana sebesar IDR5 triliun akan diambil dari APBN 2013, dan IDR2 triliun lagi dari APBN 2012.
DPR telah menyetujui anggaran pemerintah pusat ini melalui mekanisme budget. Agak mengejutkan memang bila DPR menyetujui proposal yang diajukan oleh Agus ditengah citra buruk Badan Anggaran DPR saat ini. Namun belum jelas apakah anggaran tersebut akan digunakan pemerintah melalui PIP atau bukan.
Meneg BUMN Dahlan Iskan juga pernah mengemukakan ketertarikannya untuk menguasai Inalum, melalui bendera perusahaan-perusahaan BUMN yang berhubungan dengan sektor itu. Dahlan menyatakan bahwa BUMN siap mengambil alih saham divestasi dan saat ini sudah memiliki ketersediaan dana yang cukup.
Kekuatan besar paling potensial lain yang berminat menguasai adalah PT Toba Bara Sejahtra yang dikendalikan oleh mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang merupakan tokoh terkenal di Sumatera Utara, Jendral (Purn.) Luhut Panjaitan. Luhut menggandeng pemerintah provinsi dan beberapa pemerintah kabupaten di wilayah Sumut untuk menguasai Inalum, bahkan mereka sudah menandatangani MoU sejak dua tahun lalu.
Manuver dari Luhut ini mirip dengan apa yang dilakukan Bakrie terhadap Newmont. Bakrie menggandeng pemerintah daerah untuk membentuk konsorsium mengambil alih saham divestasi Newmont. Dan kebetulan atau tidak, Luhut dikabarkan juga mempunyai kedekatan khusus dengan Bakrie. Toba Bara sendiri juga bermarkas di gedung milik Bakrie di daerah Kuningan, Jakarta. Luhut memang selalu menolak rumor yang mengatakan afiliasi bisnisnya dengan Bakrie. Namun dalam bisnis, apa yang diutarakan ke media sering berbeda dengan kenyataan.
Berbagai perusahaan asing lain dari China, India, dan Jepang dikabarkan juga ikut meramaikan persaingan. Misalnya National Aluminium Company (Nalco) yang merupakan produsen aluminium asal India sudah menyatakan siap membeli saham Inalum.
Konsorsium Jepang Nippon Asahan Aluminium (NAA) tersebut juga masih berminat untuk melanjutkan atau memperpanjang kontrak kerjasama dengan pemerintah Indonesia hingga melewati 2013.
Hal menarik lain dari kompetisi ini adalah adanya ajang adu kekuatan politik yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Pemilihan presiden akan berlangsung tahun 2014. Dan yang lebih dekat lagi, pilkada Gubernur Sumatera Utara akan berlangsung tahun depan. Bukankah politik itu biasanya membutuhkan dana besar? Ya, aroma uang memang sudah mulai terasa.
Pertanyaan diawal tadi mungkin sudah bisa kita jawab sekarang, sejarah memang biasanya akan selalu berulang, namun dengan wajah dan nama yang berbeda. Semuanya adalah tentang kekuasaan, uang, dan keserakahan manusia.
Memang masih terlalu dini untuk menyimpulkan saat ini. Yang jelas saya tidak akan pernah kehabisan cerita tentang berbagai kesalahan yang dilakukan bangsa ini dalam mengurus sumber daya dan aset-aset strategisnya. Medan pertempuran masih panjang dan genderang perang baru saja ditabuh. Mari kita duduk manis untuk menonton permainan tikus-tikus dan orang-orang berdasi.

1 comments:

Anonymous said...

nice thread bro
keep posted

Daniel