Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) A M
Hendropriyono menulis satu artikel kontroversial di Koran Kompas 5 November 2012
berjudul “Presiden 2014: Muda Nonmiliter”. Tulisan yang sangat penting menurut
saya, mungkin bisa menjadi satu bagian sejarah yang akan dicatat republik ini.
Tulisan yang tajam dan menohok, yang mampu membuat panas telinga orang yang disiratkan.
Dalam tulisan itu, beliau bermain dengan argumen yang sangat baik:
terstruktur, logis, dan padat - ciri khas dari seorang intelijen ketika
menuliskan report. Setidaknya
begitulah ilmu yang pernah saya dengarkan dari seseorang yang pernah bergelut
dalam dunia informasi bawah tanah.
Bagian penting dimulai dengan sorotan, mungkin lebih tepatnya serangan
terbuka terhadap purnawirawan tua yang berniat untuk menjadi calon presiden. Saya
coba uraikan permainan silogisme beliau:
1. Gajah Mada tetap merupakan simbol keprajuritan yang
dibanggakan TNI dan Polri.
2. Walaupun namanya besar karena jasa-jasanya yang luar
biasa bagi negara, namun (Gajah Mada) tak ingin menjadi raja.
3. Sekarang, keteladanan Gajah Mada justru diikuti secara
terbalik. Para purnawirawan tua membesarkan namanya lewat media massa justru
karena ingin menjadi presiden.
Dari tiga buah premis berupa fakta diatas, kita dipaksa untuk mengambil
kesimpulan bahwa para purnawirawan tua yang ingin menjadi presiden adalah tidak
mengikuti teladan simbol keprajuritan mereka.
Beliau melakukan dua hal sekaligus: mengingatkan para purnawirawan tua dan memberi
sinyal kepada publik bahwa apa yang dilakukan oleh beberapa purnawirawan tua
itu tidak sesuai dengan keteladanan Gajah Mada.
Dan aroma propaganda sudah mulai tercium…
Bagian berikutnya, beliau beretorika dengan membenturkan beberapa
argumentasi dan fakta untuk mengarahkan pembaca/publik mengambil kesimpulan.
1. Seorang calon presiden harus muda. Karena secara mental kaum muda punya semangat lebih menggelora. Secara fisik lebih kuat dan secara psikis lebih tahan, terutama
dalam daya tahan kerja intelektual mereka.
2. Dalam teori demokrasi, dasar kedaulatan politik yang
dijunjung adalah supremasi sipil. Jadi, anggota
militer muda yang mau mencalonkan diri sebagai presiden harus berhenti dahulu
sebagai tentara dan kembali jadi orang sipil.
3. Namun, sesuai
Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Militer, berhenti secara tidak sah dari
militer berarti desersi (meninggalkan "tugas" atau tanpa izin dan
dilakukan dengan maksud tidak kembali)
4. Namun, dalam
keadaan transisi, rakyat masih mendambakan lebih kuatnya disiplin nasional, baik
disiplin birokrasi dan aparatur, disiplin legislasi, maupun disiplin sosial. Rakyat berharap hadirnya kepemimpinan
nasional yang tegas agar ide liberal tentang kebebasan tidak terus makin
bergulir ke arah anarkisme.
Dari empat buah premis diatas, kita diarahkan mengambil kesimpulan bahwa peluang anggota TNI dan Polri untuk menjadi presiden adalah tertutup, karena calon presiden muda dari
kalangan militer adalah tidak memungkinkan. Namun disisi lain, rakyat masih
membutuhkan figur pemimpin yang tegas seperti seorang militer.
Premis 1 dan 4 adalah argumentasi, sementara 2 dan 3 adalah fakta. Konstruksi
retorika yang luar biasa, sayangnya beliau tidak memisahkan fakta dengan
argumentasi. Akibatnya aroma propaganda semakin terasa.
Berikutnya beliau mengemukakan argumentasi baru tentang figur seperti
apakah yang layak menjadi presiden, sebagai solusi atas permasalahan diatas.
1. Oleh karena
itu, untuk menjawab keinginan rakyat kita, jalan terbaik adalah mendukung calon sipil yang berjiwa militer.
Hanya pemimpin yang berjiwa tegas, disiplin, dan merakyat yang dapat membawa
Indonesia benar-benar berdaulat di bidang politik, berdiri di kaki sendiri di
bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
2. Para pemuda dari kalangan sipil kini harus didorong agar
berani dan mampu tampil di depan untuk
membangun negara Pancasila dalam bingkai demokrasi yang beretika.
Kok rasanya saya tiba-tiba mengingat satu nama ketika membaca bagian itu.
Ya, figur seperti itu pernah saya baca dalam sosok yang digambarkan buku Chairul
Tanjung Si Anak Singkong. Silahkan anda baca kalau ingin membuktikan.
Beliau menutup permainan argumentasi ini dengan sangat straight.
“Kesempatan bagi para purnawirawan tua untuk memimpin
bangsa ini dengan berada di depan dirasakan telah cukup. Sekarang waktunya kaum
militer muda dan bekas militer yang sudah tua mendukung kepemimpinan nasional
sipil dari belakang….”
Pesona kecerdasan dari bapak mantan intelijen negara yang terhormat ini
memang sangat luar biasa. Sama seperti ketegasan yang terlihat dari sorot
matanya yang tajam, yang mampu membuat orang yang diselidikinya tidak berdaya,
yang mampu membuat lawan pandangnya bergidik.
Beliau terlihat seperti sedang menjalankan operasi propaganda untuk pembentukan
opini publik, yang dilakukan dengan cara yang sangat elegan, yang membuat saya
semakin kagum dengan profesi intelijen dan sosok beliau khususnya.
Hubungan Si Anak Singkong dengan Hendropriyono memang tidak banyak terendus
publik, namun kalangan dunia usaha pasti tahu kedekatan mereka. Hendropriyono
adalah komisaris di Carrefour yang
dimiliki oleh Si Anak Singkong.
Kalau memang dari awal Chairul sudah merencanakan ini semua, betapa
visioner dan taktisnya si Anak Singkong yang sekarang sudah berubah menjadi Si
Anak Menteng ini. Saya juga semakin kagum dengan sosok Chairul Tanjung.
Si Anak Singkong yang memiliki banyak modal, didukung oleh ketajaman
insting ala intelijen yang dimiliki Hendropriyono, adalah kombinasi yang tak
terbayangkan. Calon Presiden yang didukung oleh operasi-operasi intelijen yang
kuat adalah strategi yang luar biasa, bahkan mungkin tidak akan mampu dibendung. Apalagi jika digandakan dengan kekuatan mesin Partai Politik.
Succes story peran
vital dari kekuatan intelijen bisa dilihat dari Israel yang didukung oleh
kecanggihan Mossad. Ilmuwan berdarah Yahudi Charles Proteus Steinmetz (1865 –
1923) yang sudah mematenkan lebih dari 200 penemuan, pernah berkata: “Akan tiba
waktunya bagi suatu negara kecil berdaulat, yang lapisan pertama pertahanannya
adalah pengetahuan.” Dan nubuat tersebut akhirnya terjadi pada Israel, negara yang
tidak memiliki apa-apa tetapi mampu berdaulat. Semuanya karena peran ilmu
pengetahuan yang dimiliki intelijen Mossad mereka.
Jika Obama Si Anak Menteng baru saja terpilih jadi Presiden Amerika Serikat
untuk periode yang kedua, mungkinkah Chairul Si Anak Singkong akan terpilih jadi
Presiden Indonesia?
Dan yakinlah, Bapak Hendropriyono tidak akan menuntut apa-apa, sesuai
dengan prinsip hidup seorang intelijen: "Berani tidak dikenal, mati tidak
dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki." Selamat berjuang dari belakang, semoga bapak sehat
selalu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Note: Ternyata sudah
ada yg bersusah payah mengetik artikel Hendropriyono dalam Koran Kompas
tersebut, klik disini untuk membaca.
2 comments:
mas bukan chairul tanjung yang akan diangkat hendropriono menjadi presiden tapi jokowi.
mas bukan chairul tanjung yang akan diangkat hendropriono menjadi presiden tapi jokowi.
Post a Comment