Dalam waktu
belakangan ini, kita mendengar kabar tentang beberapa perusahaan nasional yang
sudah mulai berani untuk go-international. Garuda dikabarkan sudah
menandatangani kontrak menjadi sponsor untuk Liverpool. Dan yang paling terbaru,
Maskapai Lion Air akan ekspansi ke Malaysia, melalui pembentukan anak usaha
yang dinamai dengan Malindo Airways. Lion Air menggandeng salah satu perusahaan BUMN
Malaysia untuk berbagi kepemilikan dalam maskapai tersebut.
Sebenarnya
perusahan-perusahaan Indonesia bisa kita katakan sudah terlambat untuk ekspansi
internasional, karena dari dahulu kita punya modal untuk itu. Ketiadaan peran
pemerintah mungkin menjadi penyebabnya. Pihak swasta dan BUMN dibiarkan mencari
jalannya sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Bersukur kita memiliki sosok
seperti Emirsyah Satar dan Rusdi Kirana.
Berbicara
tentang investasi pemerintah secara global, kita seharusnya bisa berharap
banyak kepada Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Namun sejak dibentuk tahun
2006, lembaga ini belum menunjukkan sesuatu yang istimewa. Mungkin itu adalah
akibat ketiadaan dukungan politik dari pemerintah pusat.
Karena
lembaga investasi ini menggunakan uang pemerintah pusat, jadi prosesnya sangat
panjang karena harus melalui proses politik di DPR. Dalam perebutan saham
Newmont antara pemerintah pusat melalui PIP, dengan Grup Bakrie, pemerintah
malah kalah. Padahal Sri Mulyani, yang diteruskan oleh Agus Martowardojo, sudah
mati-matian melawan Bakrie. Ini memang bukan sekedar proses bisnis biasa, namun
lebih kuat unsur politiknya. Ini yang mungkin membuat saya terkadang benci
dengan politik.
Berdasarkan
data dari SWF Institute, PIP dengan dana kelolaan USD0,3 miliar (sekitar IDR280
miliar), hanya berada pada posisi 54 dari seluruh sovereign fund yang ada di seluruh dunia. Mari kita bandingkan
dengan Temasek Singapore yang memiliki aset USD157.5 miliar (IDR1.500 triliun) dan Khazanah Malaysia yang memiliki aset USD36,8 miliar (IDR350 triliun). Bahkan kita kalah dengan sovereign fund yang dimiliki oleh
pemerintah Timor Leste.
TABLE: Selected Countries - Sovereign Wealth Funds
by Assets Under Management
Rank
|
Fund Name
|
Country
|
Asset (USD billion)
|
1.
|
Abu
Dhabi Investment Authority
|
Uni
Arab Emirates
|
627
|
2.
|
Government
Pension Fund - Global
|
Norway
|
593
|
3.
|
SAFE
Investment Company
|
China
|
567.9
|
4.
|
SAMA
Foreign Holdings
|
Saudi
Arabia
|
532.8
|
6.
|
Kuwait
Investment Authority
|
Kuwait
|
296
|
9.
|
Temasek
Holdings
|
Singapore
|
157.5
|
12.
|
Qatar
Investment Authority
|
Qatar
|
100
|
22.
|
Khazanah
Nasional
|
Malaysia
|
36.8
|
34.
|
Timor-Leste
Petroleum Fund
|
East
Timor
|
10.2
|
54.
|
Pusat
Investasi Pemerintah
|
Indonesia
|
0.3
|
SOURCE: Sovereign
Wealth Fund (SWF) Institute
Kebanyakan
lembaga-lembaga investasi pemerintah asing tersebut memiliki portofolio di
Indonesia. Abu Dhabi Investment Authority
masuk ke Indonesia tahun 2008 melalui Mubadala
Petroleum yang menguasai 48,3% Pearl
Energy dari Grup Austindo yang dimiliki Keluarga Tahija, dengan nilai
transaksi sekitar USD417,7 juta. Blok offshore
ini merupakan salah satu yang terbesar di sektor minyak dan gas bumi di
Indonesia yang menguasai 2.345 km2 area.
Tak usah
jauh-jauh, mari kita lihat Singapura lewat Temasek Holdings. Grup ini mungkin
merupakan salah satu investment fund
yang paling agresif di Indonesia, melalui penguasaan saham Telkomsel, Danamon,
dan DBS Indonesia. Belakangan ini juga Temasek semakin agresif memasuki bisnis
sektor energi di Indonesia, namun publik tidak banyak mengetahui.
Khazanah
Malaysia masuk ke Indonesia melalui CIMB Group yang menguasai kepemilikan di
Bank CIMB Niaga dan Axiata Grup yang menguasai kepemilikan di operator seluler
XL.
Saya
bermimpi Indonesia suatu saat memiliki raksasa-raksasa perusahaan yang
mengglobal, melalui suatu government
investment holding arm. Kita hidup di zaman globalisasi kapitalis, dimana kekuatan
modal menjadi penggerak utama perekonomian. Suka tidak suka, kita harus
menerima ini jika ingin maju. Kecuali kita mau menjadi negara yang terkungkung,
yang tidak bergaul dengan internasional. Mungkin sudah saatnya kita tidak hanya
menjadi jago kandang saja.
Menurut saya,
sudah tidak saatnya lagi kita berdebat tentang baik buruknya suatu sistem
perekonomian. Apakah dia sistem kapitalis, komunis, ekonomi kerakyatan, atau
apalah itu namanya. Toh semua sistem pada akhirnya bertujuan untuk
menyejahterakan rakyat. Mungkin berdebat tentang hal itu akan sama saja dengan
berdebat masalah agama.
Seseorang
berkata kepada saya “Ngapain kita ekspansi ke internasional, sementara pasar
dalam negeri saja belum bisa digarap dengan maksimal!”. Ah, saya hanya bisa
mengelus dada melihat pendapat pesimis yang picik seperti ini. Pantas saja kita
masih susah untuk maju, ternyata pemikiran orang yang berpendidikan saja masih
seperti ini. :p
0 comments:
Post a Comment